Rabies adalah penyakit yang disebabkan oleh virus rabies. Gejala Penyakit Rabies yang Perlu Diwaspadai. Virus ini dapat menular ke hewan dan manusia melalui gigitan atau cakaran dari hewan yang terinfeksi. Salah satu sumber utama penularan penyakit rabies adalah anjing gila yang terinfeksi.
Rabies pada anjing biasanya ditandai dengan perubahan perilaku yang drastis. Anjing yang biasanya jinak dan tenang dapat menjadi agresif, gelisah, dan kadang-kadang menunjukkan gejala neurologis seperti kejang-kejang atau kelumpuhan. Infeksi virus rabies di anjing biasanya fatal, dan gejala tersebut muncul dalam beberapa minggu setelah terinfeksi.
Penyakit rabies ditularkan melalui saliva hewan yang terinfeksi. Ketika anjing gila menggigit manusia, virus dapat masuk ke dalam tubuh melalui luka yang disebabkan oleh gigitan tersebut. Virus kemudian menyebar melalui sistem saraf ke otak dan sumsum tulang belakang, menyebabkan perubahan perilaku dan gejala neurologis.
Setelah terinfeksi virus rabies, gejala pada manusia awalnya mirip dengan flu, seperti demam, sakit kepala, dan kelelahan. Namun, seiring penyakit berkembang, gejala-gejala neurologis seperti kejang-kejang, kebingungan, kesulitan bernapas, dan kelemahan otot dapat muncul. Jika penyakit rabies mencapai tahap ini, biasanya berakhir dengan kematian.
Penyakit rabies sangat serius dan dapat dicegah dengan vaksinasi. Vaksin rabies direkomendasikan untuk anjing dan juga diberikan pada manusia yang berisiko tinggi terkena gigitan atau cakaran hewan yang mungkin terinfeksi rabies. Jika seseorang digigit oleh anjing yang dicurigai terinfeksi rabies, perlu segera mencuci luka dengan sabun dan air bersih, lalu mencari perawatan medis secepat mungkin.
Pencegahan rabies melibatkan vaksinasi hewan peliharaan, pengendalian populasi anjing liar, serta kampanye kesadaran dan edukasi masyarakat mengenai pentingnya tindakan pencegahan.
Bagaimana virus Rabies Menyerang
Virus rabies menyebar melalui kontak langsung dengan saliva atau jaringan saraf dari hewan yang terinfeksi. Proses penyebaran virus rabies biasanya terjadi melalui gigitan atau cakaran, tetapi dalam kasus yang jarang terjadi, penyebaran virus juga dapat terjadi melalui kontak langsung dengan luka terbuka atau membran mukosa (seperti mata, hidung, atau mulut) dengan saliva yang terinfeksi.
Setelah virus masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan lainnya, virus ini mulai menginfeksi sel-sel saraf di sekitar tempat masuknya virus. Dari sana, virus rabies bergerak menuju sistem saraf pusat, yaitu otak dan sumsum tulang belakang.
Proses replikasi virus rabies dalam sistem saraf pusat menyebabkan kerusakan pada sel saraf dan peradangan pada otak dan sumsum tulang belakang. Ini menghasilkan gejala-gejala yang terkait dengan penyakit rabies seperti perubahan perilaku, gangguan neurologis, dan masalah sistem saraf.
Selama tahap akhir infeksi, virus rabies dapat ditemukan di kelenjar ludah dan jaringan lainnya, memungkinkan penyebaran lebih lanjut melalui gigitan atau kontak langsung dengan saliva yang terinfeksi.
Periode antara terpaparnya seseorang terhadap virus rabies dan timbulnya gejala (yang disebut periode inkubasi) dapat bervariasi antara beberapa minggu hingga beberapa bulan. Setelah gejala muncul, biasanya penyakit rabies berkembang dengan cepat dan sering berakhir dengan kematian.
Penting untuk diingat bahwa virus rabies sangat sensitif terhadap cahaya matahari, pengeringan, dan bahan kimia. Oleh karena itu, penularan virus rabies melalui sentuhan permukaan yang terkontaminasi atau udara tidak lazim terjadi. Infeksi biasanya terjadi melalui gigitan atau cakaran dari hewan yang terinfeksi.
Gejala Penyakit Rabies
Gejala umum yang dialami oleh orang yang terserang penyakit rabies adalah sebagai berikut:
– Demam, menggigil, sakit kepala, dan lemas
– Gatal atau nyeri di tempat bekas gigitan atau cakaran hewan
– Gelisah, cemas, atau agresif
– Kesulitan menelan, air liur berlebihan, dan kaku kuduk
– Halusinasi, delusi, atau kebingungan
– Kejang, koma, atau kelumpuhan
Gejala Penyakit Rabies ini biasanya muncul dalam waktu 1-3 bulan setelah terpapar virus rabies. Namun, gejala dapat muncul lebih cepat atau lebih lambat tergantung pada lokasi dan tingkat keparahan luka.
Jika Anda mengalami gejala-gejala di atas setelah digigit atau dicakar oleh hewan yang mungkin terinfeksi rabies, segera periksakan diri ke dokter atau fasilitas kesehatan terdekat. Anda mungkin memerlukan suntikan vaksin dan imunoglobulin untuk mencegah perkembangan penyakit.
baca juga : Jenis Narkoba Paling Berbahaya
Pertolongan pertama saat digigit anjing
Pengobatan rabies harus dilakukan sesegera mungkin setelah terpapar virus. Langkah-langkah pengobatan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Bersihkan luka dengan air dan sabun selama 15 menit untuk mengurangi jumlah virus yang masuk ke tubuh.
2. Segera periksakan diri ke fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan suntikan vaksin dan imunoglobulin anti-rabies. Vaksin akan membantu tubuh membentuk antibodi untuk melawan virus, sedangkan imunoglobulin akan memberikan perlindungan sementara sampai vaksin bekerja. Suntikan ini harus diberikan dalam waktu 24 jam setelah terpapar virus.
3. Ikuti jadwal pemberian vaksin sesuai anjuran dokter. Biasanya, vaksin diberikan sebanyak lima kali dalam kurun waktu 28 hari.
4. Hindari kontak dengan hewan yang berpotensi terinfeksi rabies selama masa pengobatan. Jika terpaksa bersentuhan dengan hewan tersebut, gunakan sarung tangan dan masker untuk mencegah paparan virus.
5. Jika muncul gejala rabies, segera hubungi dokter atau fasilitas kesehatan terdekat untuk mendapatkan penanganan darurat.
Cara Mencegah agar tak tertular virus Rabies
– Menghindari kontak dengan hewan liar atau tidak jinak
– Memberikan vaksin rabies kepada hewan peliharaan Anda secara rutin
– Membersihkan luka gigitan atau cakaran dengan sabun dan air mengalir selama 15 menit
– Melaporkan kejadian gigitan atau cakaran hewan ke petugas kesehatan setempat

Tanda-tanda Anjing Gila (Rabies)
Tanda-tanda rabies pada anjing dapat dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
– Tahap prodromal. Tahap ini berlangsung selama 2-3 hari dan ditandai dengan perubahan perilaku anjing. Anjing yang biasanya jinak dan ramah dapat menjadi gelisah, agresif, atau takut. Anjing yang biasanya aktif dan bersemangat dapat menjadi lesu, murung, atau tidak mau makan. Anjing juga dapat mengalami demam, muntah, atau diare.
– Tahap eksitasi. Tahap ini berlangsung selama 3-4 hari dan ditandai dengan gejala klasik rabies, yaitu hidrofobia (takut air) dan aerofobia (takut angin). Anjing akan mengeluarkan busa dari mulutnya dan menggonggong tanpa henti. Anjing juga akan menunjukkan perilaku agresif yang tidak terkendali, seperti menggigit benda-benda di sekitarnya, menyerang hewan atau manusia lain, atau bahkan menyerang dirinya sendiri. Anjing juga dapat mengalami kejang-kejang, halusinasi, atau kelumpuhan.
– Tahap paralisis. Tahap ini berlangsung selama 2-4 hari dan ditandai dengan kelumpuhan otot rahang, lidah, dan tenggorokan. Anjing tidak dapat menelan atau mengunyah makanannya, sehingga mulutnya terbuka dan lidahnya menjulur keluar. Anjing juga dapat mengalami kelumpuhan otot lainnya, seperti otot kaki, leher, atau badan. Anjing akan kesulitan bernapas dan akhirnya mati karena gagal napas.
Jika Anda melihat tanda-tanda rabies pada anjing Anda atau anjing lain, segera hubungi dokter hewan atau petugas kesehatan hewan terdekat. Jangan mencoba untuk menyentuh atau mendekati anjing yang terinfeksi tanpa perlindungan yang memadai. Jika Anda digigit atau dicakar oleh anjing yang terinfeksi, bersihkan luka dengan air mengalir dan sabun selama 15 menit, kemudian periksakan diri ke fasilitas kesehatan untuk mendapatkan vaksinasi dan pengobatan.
Sejarah ditemukannya Penyakit Rabies
Sejarah awal mula ditemukannya virus rabies tidak diketahui secara pasti. Namun, beberapa catatan sejarah menunjukkan bahwa penyakit ini telah ada sejak zaman kuno. Salah satu catatan tertua tentang rabies berasal dari Mesir Kuno, sekitar 2300 SM. Pada saat itu, ada sebuah hukum yang mengatur bahwa siapa pun yang membunuh anjing yang menggigit manusia harus membayar denda. Hal ini menunjukkan bahwa orang Mesir Kuno telah menyadari bahaya gigitan anjing yang terinfeksi.
Selain itu, ada juga catatan tentang rabies dari Yunani Kuno, Romawi Kuno, India Kuno, dan Cina Kuno. Pada abad ke-4 SM, Aristoteles, seorang filsuf Yunani, menulis bahwa anjing yang mengidap rabies dapat menularkan penyakitnya kepada manusia dan hewan lain. Pada abad ke-1 M, Celsus, seorang dokter Romawi, memberikan deskripsi gejala rabies pada manusia, seperti kesulitan menelan, air liur berbusa, dan kejang-kejang. Pada abad ke-5 M, Sushruta, seorang dokter India, memberikan saran untuk mengobati luka gigitan anjing dengan menggunakan tanaman obat dan api. Pada abad ke-6 M, Sun Simiao, seorang dokter Cina, menulis bahwa rabies dapat dicegah dengan memberikan vaksin yang dibuat dari otak anjing yang terinfeksi.
Pada abad ke-19 M, penelitian tentang rabies semakin berkembang berkat kontribusi dari beberapa ilmuwan terkemuka. Salah satunya adalah Louis Pasteur, seorang ahli mikrobiologi Prancis, yang berhasil menemukan vaksin rabies pertama pada tahun 1885. Pasteur melakukan percobaan dengan menginokulasi virus rabies yang dilemahkan kepada seekor anjing yang sehat. Setelah beberapa minggu, anjing tersebut tidak tertular rabies ketika digigit oleh anjing yang terinfeksi. Pasteur kemudian memberikan vaksin tersebut kepada seorang anak laki-laki bernama Joseph Meister, yang digigit oleh anjing gila. Anak tersebut selamat dari penyakit rabies dan menjadi orang pertama yang divaksinasi dengan vaksin Pasteur.
Sejak penemuan vaksin Pasteur, pencegahan dan pengobatan rabies telah mengalami kemajuan yang signifikan. Vaksin rabies telah disempurnakan dengan menggunakan virus yang diinaktifkan atau rekombinan. Selain itu, ada juga pengembangan imunoglobulin anti-rabies (RIG), yaitu antibodi khusus yang dapat memberikan perlindungan sementara terhadap virus rabies. RIG biasanya diberikan bersamaan dengan vaksin kepada orang yang terpapar gigitan hewan yang terinfeksi.
Meskipun demikian, rabies masih menjadi ancaman kesehatan masyarakat di banyak negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika. Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), setiap tahunnya terdapat sekitar 59.000 kematian akibat rabies di seluruh dunia. Sebagian besar korban adalah anak-anak di bawah usia 15 tahun yang digigit oleh anjing liar atau tidak divaksinasi. Oleh karena itu, upaya pemberantasan rabies harus terus dilakukan dengan cara meningkatkan cakupan vaksinasi pada hewan dan manusia, serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya dan cara pencegahan penyakit ini.