Ritual Mayat Berjalan – Setiap tiga tahun sekali, dilakukan ritual paling aneh dan menakutkan di Toraja Sulawesi Selatan. Tradisi yang unik dan amat menyeramkan ini dimulai dengan mengambil jenazah, membersihkan dan mendandani mayat yang sudah berumur puluhan bahkan ratusan tahun ini dengan pakaian favoritnya.
Bahkan yang lebih menakutkan lagi adalah ketika mayat-mayat yang akan dibersihkan dan diganti pakaiannya tersebut, terkadang bisa berdiri sendiri dan berjalan layaknya orang yang masih hidup. Entah bagaimana hal ini bisa terjadi, yang jelas ritual ini sudah sangat populer dan dikenal sebagai sebuah tradisi masyarakat setempat dengan nama Ma’nene.
Prosesi Ritual Ma’nene
Ritual ini diawali dengan datangnya para anggota keluarga ke Patane. Patane adalah sebuah rumah yang khusus untuk menyimpan jenazah. Keluarga datang untuk mengambil jenazah sanak saudara mereka yang telah meninggal dunia.
Sebelum acara membuka peti dan mengangkat jenazah, seorang Ne’tomina (Tetua Adat) akan membacakan mantra do’a dalam bahasa Toraja kuno, dengan maksud untuk mohon izin kepada arwah para leluhur agar masyarakat setepat memperoleh rahmat dan keberkahan pada setiap musim tanam hingga masa panen.
Istilah Ne’tomina sendiri adalah semacam gelar adat yang diberikan kepada seseorang yang dianggap paling senior, dituakan atau tetua, yang mana bisa juga diartiken sebagai imam atau pendeta.
Setelah jenazah dikeluarkan dari rumah Patane, kemudian mayat dibersihkan dengan menggunakan kuas dan sekaligus pakaiannya diganti dengan yang baru sesuai kesukaan jenazah semasa masih hidup. Setelah pakaian baru dikenakan, jenazah kembali dimasukkan ke dalam Patane.
Proses acara Ma’nene ini ditutup dengan diadakannya acara dimana seluruh anggota keluarga berkumpul di rumah adat Tongkonan untuk melaksanakan ibadah bersama.
baca juga : Mitos ‘Putus Cinta’ di Telaga Wurung Magetan
Sesuai kebiasaan, ritual Ma’nene ini dilakukan secara serempak satu keluarga atau bahkan bisa juga satu desa, sehingga tradisi ini dapat berlangsung hingga beberapa minggu. Mengenai waktu pelaksanaan Ma’nene disesuaikan dengan kesepakatan bersama antara keluarga dengan Ne’tomina melalui pertemuan dan musyawarah desa.
Tradisi Ritual ini dilaksanakan setiap 3 atau 4 tahun sekali untuk mempererat ikatan silaturahmi di antara keluarga yang berada di perantauan agar bisa menjenguk orang tua atau Nene To’dolo (nenek moyang) mereka.
Awal Mula Ritual Ma’nene
Menurut penduduk setempat, ritual ini dimulai di desa Baruppu lebih dari satu abad yang lalu. Dikisahkan ada seorang lelaki bernama Pong Rumasek sedang berburu di pegunungan. Saat itu dia tiba-tiba menemukan mayat yang membusuk di bawah pohon besar.
Pong kemudian berhenti dan mengambil pakaiannya untuk menutupi mayat tersebut dan menguburnya kembali. Tak disangka-sangka setelah kejadian itu, keberuntungan besar menghampiri Pong dan mengangkatnya dari kemiskinan.
Dari kisah Pong Rumasek inilah, maka kemudian masyarakat Toraja percaya, bahwa roh-roh orang yang sudah meninggal itu akan memberkati mereka dengan kekayaan jika mereka mengurus mayat orang mati.
Ritual Manene lahir dari sana, dilakukan selama 3 hari, kerabat akan menggali kuburan, mencuci bersih dan mengenakan pakaian baru untuk almarhum. Peti mati akan diganti jika sudah rusak, sementara keluarga dan kerabat membawa jenazah untuk diarak keliling desa.
Bagi masyarakat Toraja, sebelum upacara Ma’nene, pemakaman dianggap sebagai peristiwa yang paling penting dan mahal dalam hidup seseorang, saking pentingnya bahkan banyak orang yang menabung saat masih hidup.
Proses Pemakaman.
Pemakaman biasanya berlangsung beberapa hari, dimulai dengan penyembelihan kerbau dan babi untuk memastikan mengantar roh ke akhirat bagi orang yang dicintai. Kemudian peti berisi jenazah ditempatkan di lereng-lerang bukit atau relung-relung batu hingga pemakaman selesai.
Kerabat akan menempatkan patung di luar makam batu untuk menjaga jenazah, tetapi karena banyak kasus pencurian patung, maka diputuskan untuk menyimpan patung ini di rumah mereka.
Menurut kepercayaan masyarakat Toraja, jika orang yang mereka cintai meninggal di tempat yang jauh, mereka harus membawa arwah tersebut kembali ke desa. Apalagi jika almarhum telah memberikan petunjuk tempat penguburan sebelum meninggalnya orang yang meninggal, hal itu harus dipatuhi karena jika tidak, maka arwah orang tua tersebut akan hilang.
Untuk anak-anak atau ketika masih bayi meninggal, jenazahnya dibungkus dengan kain dan ditempatkan di sebuah lubang di pohon besar yang telah dipahat sebelumnya. Penduduk setempat percaya bahwa roh anak tersebut akan menjadi bagian dari pohon tersebut ketika luka pada pohon tersebut sembuh.
Demikianlah artikel tentang Ritual Mayat Berjalan, semoga bisa menambah pengetahuan anda.